PENEGAKAN HUKUM CYBER CRIME DITINJAU DARI HUKUM ISLAM
Oleh :
Wahyu
Frastiah
PENDAHULUAN
Cybercrime dewasa ini muncul ketika
penyalahgunaan internet sudah di luar batas sehingga menjadi suatu kejahatan.
Pengertian kejahatan komputer pada umumnya sebagai kejahatan melalui
pengetahuan khusus tentang teknologi komputer. Hukum terlalu lambat untuk
mengikuti perkembangan teknologi computer, kemudian bereaksi terhadap perubahan
dan perkembangan teknologi yang demikian cepat. Bahkan undang-undang yang
sekarang ini tidak mampu untuk menangani kejahatan dunia maya secara
tuntas.Internet sebagai hasil rekayasa teknologi bukan hanya menggunakan
kecanggihan teknologi komputer tapi juga melibatkan teknologi telekomunikasi di
dalam pengoperasiannya. Keunggulan komputer berupa kecepatan dan ketelitiannya
dalam menyelesaikan suatu pekerjaan dapat menekan jumlah tenaga kerja, biaya,
serta dapat memperkecil kemungkinan melakukan kesalahan. akibatnnya masyarakat.
semakin mengalami ketergantungan terhadap
komputer. Dampak negatif dapat timbul ketika terjadi kesalahan yang ditimbulkan
oleh piranti komputer yang akan mengakibatkan kerugian besar bagi pengguna atau
pihak-pihak yang berkepentingan. Kesalahan yang disengaja tersebut mengarah kepada
penyalahgunaan komputer.[1]
Negara RepublikIndonesia sampai saat ini belum memiliki Undang-Undang khusus
yang mengatur cybercrime, kecuali beberapa hukum positif yang berlaku
umum terutama bagi para pelaku cybercrime
untuk kasus-kasus yang menggunakan komputer sebagai sarana. Pertanyaannya
adalah: Apa dasar hukum Islam untuk kejahatan komputer? Bagaimana hukum Islam
menangani isu-isu teknologi baru dan memberikan hukum yang sesuai untuk
kejahatan computer.
A.
Pengertian
Cybercrime berasal
dari kata cyber yang berarti dunia maya atau internet dan crime yang berarti
kejahatan.[2]
Dengan kata lain,cybercrime adalah segala bentuk kejahatan yang terjadi
di dunia maya atau internet. Cybercrime merupakan tindakkriminal yang dilakukan
dengan menggunakan teknologi komputer sebagai alat kejahatan utama.[3]Cybercrimeyaitu
kejahatan yang memanfaatkan perkembangan teknologi komputer khususnya internet.
Cybercrime didefinisikan sebagai perbuatan melanggar hukum yang
memanfaatkan teknologi komputer yang berbasis pada kecanggihan perkembangan
teknologi internet.[4]
Dalam beberapa literatur, cybercrime sering
diidentikkan sebagai computer crime. Andi Hamzah dalam buku Aspek-aspek
Pidana di Bidang Komputer (1989). Dari
beberapa pengertian di atas, computer crime dirumuskan sebagai perbuatan
melawan hukum yang dilakukan dengan memakai komputer sebagai sarana/alat atau
komputer sebagai objek, baik untuk memperoleh keuntungan ataupun tidak, dengan
merugikan pihak lain.
Secara ringkas computer crime didefinisikan
sebagai perbuatan melawan hukum yang dilakukan dengan menggunakan
teknologikomputer yang canggih.Aktivitas cyber yaitu kegiatan virtual yang
berdampak sangat nyata, meskipun alat buktinya bersifat elektronik. Dengan
demikian, subyek pelakunya harus dikualifikasi sebagai orang yang melakukan
perbuatan hukum secara nyata.[5]
Polri dalam hal ini unit cybercrime
menggunakan parameter berdasarkan dokumen kongres PBB:The Prevention of
Crime and The Treatment of Offlenderes di Havana, Cuba pada tahun 1999 dan
di Wina, Austria tahun 2000, menyebutkan ada 2 istilah Cyber Crime: [6]pertama,
cyber crime in a narrow sense (dalam arti sempit) disebut computer
crime: any illegal behaviour directed by means of electronic operation that
target the security of computer system and the data processed by them. Kedua,
cyber crime in a broader sense (dalam arti luas)disebut computer
related crime: any illegal behaviour committed by means on relation to,
a computer system offering or system or network, including such crime as illegal
possession in, offering or distributing information by means of computer system
or network. mengartikan: “kejahatan
di bidang komputer secara umum dapat diartikan sebagai penggunaan komputer
secara illegal.” Cybercrime adalah perbuatan kriminal yang dilakukan
dengan menggunakan teknologi computer sebagai alat kejahatan utama. Dengan kata
lain, Cybercrime yaitu kejahatan yang memanfaatkan perkembanganteknologi
computer khususnya internet.Dengan demikian Cybercrime didefinisikan sebagai
perbuatan melanggar hukum yang memanfaatkan teknologi komputer berbasasis pada
kecanggihan dan perkembangan teknologi internet.
B.
Bentuk
Cyber Criem
1. Unauthorized
Access to Computer System and Service
Kejahatan
yang dilakukan dengan memasuki atau menyusup ke dalam suatu sistem jaringan
komputer secara tidak sah, tanpa izin atau tanpa sepengetahuan dari pemilik
sistem jaringan komputer yang dimasukinya. Biasanya pelaku kejahatan (hacker)[7]
melakukannya dengan maksud sabotase ataupun pencurian informasi penting dan
rahasia. Namun begitu, ada juga yang melakukan hanya karena merasa tertantang
untuk mencoba keahliannya menembus suatu sistem yang memiliki tingkat proteksi
tinggi. Kejahatan ini semakin marak dengan berkembangnya teknologi
internet/intranet. Misalnya pada saat masalah Timor Timur sedang hangat-hangatnya
dibicarakan di tingkat internasional, beberapa website milik pemerintah
RI dirusak oleh hacker (Kompas,
11/08/1999). Beberapa waktu lalu, hacker7 juga telah berhasil menembus
masuk ke dalam database berisi data para pengguna jasa America Online
(AOL), sebuah perusahaan Amerika Serikat yang bergerak di bidange-commerce,
yang memiliki tingkat kerahasiaan tinggi (Indonesian Observer, 26/06/2000).
Situs Federal Bureau of Investigation (FBI) pun tidak luput dari serangan para hacker,
yang berakibat tidak berfungsinya situs ini dalam beberapa waktu lamanya.[8]
2. Illegal Content
Merupakan
kejahatan dengan memasukkan data atau informasi ke internet tentang sesuatu hal
yang tidak benar, tidak etis, dan dapat dianggap melanggar hukum atau
mengganggu ketertiban umum. Misalnya pemuatan suatu berita bohong atau fitnah
yang mendiskreditkanmartabat atau harga diri pihak lain, halhal yang
berhubungan dengan pornografi atau pemuatan suatu informasi yang merupakan
rahasia negara, agitasi dan propaganda untuk melawan pemerintahan yang sah, dan
lain sebagainya.
3. Data Forgery
Merupakan
kejahatan dengan memalsukan data pada dokumen-dokumen penting yang tersimpan
sebagai scriptless document melalui internet. Kejahatan ini biasanya ditujukan
pada dokumen-dokumen e-commerce dengan membuat seolaholah terjadi “salah ketik”
yang pada akhirnya akan menguntungkan pelaku.
4. Cyber Espionage
Merupakan
kejahatan yang memanfaatkan jaringan internet untuk melakukankegiatan mata-mata
terhadap pihak lain, dengan memasuki sistem jaringan komputer (computer network
system) pihak sasaran. Kejahatan ini biasanya ditujukan terhadap saingan bisnis
yang dokumen ataupun data-data pentingnya tersimpan dalam suatu sistem yang
computerized.
5. Cyber Sabotage and
Extortion
Kejahatan
ini dilakukan dengan membuat gangguan, perusakan atau penghancuran terhadap
suatu data, program komputer atau sistem jaringan komputer yang terhubung
dengan internet. Biasanya kejahatan ini dilakukan dengan menyusupkan suatu
logic bomb, virus komputer ataupun suatu program tertentu, sehingga data,
program komputer atau sistem jaringan komputer tidak dapat digunakan, tidak
berjalan sebagaimana mestinya, atau berjalan sebagaimana yang dikehendaki oleh
pelaku. Dalam beberapa kasus setelah hal tersebut terjadi, maka pelaku kejahatan
tersebutmenawarkan diri kepada korban untuk memperbaiki data, program computer
atau sistem jaringan komputer yang telah disabotase tersebut, tentunya dengan
bayaran tertentu. Kejahatan ini sering disebut sebagai cyber-terrorism.
6. Offense against Intellectual
Property
Kejahatan
ini ditujukan terhadap Hak atas Kekayaan Intelektual yang dimiliki pihak lain
di internet. Sebagai contoh adalah peniruan tampilan pada web page suatu situs
milik orang lain secara ilegal, penyiaran suatu informasi di internet yang
ternyata merupakan rahasia dagang orang lain.
7. Infringementsof
Privacy
Kejahatan
ini ditujukan terhadap informasi seseorang yang merupakan hal yang sangat
pribadi dan rahasia. Kejahatan ini biasanya ditujukan terhadap keterangan
pribadi seseorang yang tersimpan pada formulir data pribadi yang tersimpan
secara computerized, yang apabila diketahui oleh orang lain maka dapat
merugikan korban secara materiil maupun immateriil, seperti nomor kartu kredit,
nomor PIN ATM, informasi penyakit yang dirahasiakan dan sebagainya. Cybercrime
memiliki karakter yang khas dibandingkan kejahatan konvensional, antara lain[9]:
a.
Perbuatan yang dilakukan secara ilegal, tanpa hak atau tidak etis tersebut terjadi
di ruang/wilayah maya (cyberspace), sehingga tidak dapat dipastikan
yurisdiksi hukum Negara mana yang berlaku terhadapnya
b.
Perbuatan tersebut dilakukan dengan menggunakan peralatan apapun yang bisa
terhubung dengan internet
c.
Perbuatan tersebut mengakibatkan kerugian materiil maupun immaterial (waktu,
nilai, jasa, uang, barang, harga diri, martabat, kerahasiaan informasi) yang
cenderung lebih besar dibandingkan kejahatan konvensional
d.
Pelakunya adalah orang yang menguasai penggunaan internet beserta aplikasinya.
Perbuatan tersebut seringkali dilakukan secara transnasional/ melintasi batas
negara.
C. Pengaturan Cyber Crime di
Indonesia
Indonesia
belum memiliki Undang-Undang khusus/cyber law yang mengatur mengenai cybercrime
Tetapi, terdapat beberapa hukum positif lain yang berlaku umum dan dapat
dikenakan bagi para pelaku cybercrime terutama untuk kasuskasus yang
menggunakan komputer sebagai sarana, diantaranya:[10]
a.
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
Pasal-pasal
didalam KUHP biasanya digunakan lebih dari satu Pasal karena melibatkan
beberapa perbuatan sekaligus pasal-pasal yang dapat dikenakan dalam KUHP pada
cybercrime yaitu:
1.
Pasal 362 KUHP yang dikenakan untuk kasus carding dimana pelaku mencuri nomor
kartu kredit milik orang lain walaupun tidak secara fisik karena hanya nomor
kartunya saja yang diambil dengan menggunakan software card generator di
Internet untuk melakukan transaksi di ecommerce. Setelah dilakukan transaksi
dan barang dikirimkan, kemudian penjual yang ingin mencairkan uangnya di bank
ternyata ditolak karena pemilik kartu bukanlah orang yang melakukan transaksi.
2.
Pasal 378 KUHP dapat dikenakan untuk penipuan dengan seolah olah menawarkan dan
menjual suatu produk atau barang dengan memasang iklan di salah satu website
sehingga orang tertarik untuk membelinya lalu mengirimkan uang kepada pemasang
iklan. Tetapi, pada kenyataannya, barang
tersebut tidak ada. Hal tersebut diketahui setelah uang dikirimkan dan
barang yang dipesankan tidak datang sehingga pembeli tersebut menjadi tertipu.
3.
Pasal 335 KUHP dapat dikenakan untuk kasus pengancaman dan pemerasan yang
dilakukan melalui e-mail yang dikirimkan oleh pelaku untuk memaksa korban
melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang diinginkan oleh pelaku dan jika tidak
dilaksanakan akan membawa dampak
yang
membahayakan. Hal ini biasanya dilakukan karena pelaku mengetahui rahasia
korban.
4.
Pasal 311 KUHP dapat dikenakan untuk kasus pencemaran nama baik dengan
menggunakan media Internet. Modusnya adalah pelaku menyebarkan email kepada
teman-teman korban tentang suatu cerita yang tidak benar atau mengirimkan email
ke suatu mailing list sehingga banyak orang mengetahui cerita tersebut.
5.
Pasal 303 KUHP dapat dikenakan untuk menjerat permainan judi yang dilakukan
secara online di Internet dengan penyelenggara dari Indonesia.
6.
Pasal 282 KUHP dapat dikenakan untuk penyebaran pornografi maupun website porno
yang banyak beredar dan mudah diakses di Internet. Walaupun berbahasa
Indonesia, sangat sulit sekali untuk menindak pelakunya karena mereka melakukan
pendaftaran domain tersebut di luarnegeri dimana pornografi yang menampilkan
orang dewasa bukan merupakan hal yang terlarang atau illegal.
7.
Pasal 282 dan 311 KUHP dapat dikenakan untuk kasus penyebaran foto atau film
pribadi seseorang yang vulgar di Internet , misalnya kasus-kasus video porno
para mahasiswa, pekerja atau pejabat publik.
8.
Pasal 378 dan 262 KUHP dapat dikenakan pada kasus carding, karena pelaku
melakukan penipuan seolah-olah ingin membeli suatu barang dan membayar dengan
kartu kreditnya yang nomor kartu kreditnya merupakan curian.
9.
Pasal 406 KUHP dapat dikenakan pada kasus deface atau hacking yang membuat
sistem milik orang lain, seperti website atau program menjadi tidak berfungsi
atau dapat digunakan sebagaimana mestinya.[11]
a.
Undang-Undang No 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta
Menurut Pasal 1 angka (8) Undang-Undang No 19 Tahun
2002 tentang HakCipta, program komputer adalah sekumpulan intruksi yang
diwujudkan dalam bentuk bahasa, kode, skema ataupun bentuk lain yang apabila
digabungkan dengan media yang dapat dibaca dengan komputer akan mampu membuat
computer bekerja untuk melakukan fungsi-fungsi khusus atau
untuk mencapai hasil yang khusus, termasuk persiapan
dalam merancang intruksi-intruksi tersebut. Hak cipta untuk program komputer
berlaku selama 50 tahun (Pasal 30).
Harga program komputer/ software yang sangat mahal
bagi warga Negara Indonesia merupakan peluang yang cukup menjanjikan bagi para
pelaku bisnis guna menggandakan serta menjual software bajakan dengan harga
yang sangat. Misalnya, program anti virus seharga $ 50 dapat dibeli dengan
harga Rp 20.000,00. Penjualan dengan harga sangat murah dibandingkan dengan
software asli tersebut menghasilkan keuntungan yang sangat besar bagi pelaku
sebab modal yang dikeluarkan tidak lebih dari Rp 5.000,00 per keping. Maraknya
pembajakan software di Indonesia yang terkesan dimaklumi tentunya sangat
merugikan pemilik hak cipta. Tindakan pembajakan program komputer tersebut juga
merupakan tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 72 ayat (3) yaitu
“Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak memperbanyak penggunaan untuk
kepentingan komersial suatu program komputer dipidana dengan pidana penjara
paling lama 5 (lima) tahun dan/ atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima
ratus juta rupiah).”
b. Undang-Undang
No 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi atau Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008
Tentang Internet & Transaksi Elektronik.
Menurut Pasal 1 angka (1) Undang - Undang No 36 Tahun
1999, Telekomunikasi adalah setiap pemancaran, pengiriman, dan/atau penerimaan
dan setiap informasi dalam bentuk tanda-tanda, isyarat, tulisan, gambar, suara,
dan bunyi melalui sistem kawat, optik, radio, atau sistem elektromagnetik
lainnya. Dari definisi tersebut, maka Internet dan segala fasilitas yang
dimilikinya merupakan salah satu bentuk alat komunikasi karena dapat mengirimkan
dan menerima setiap informasi dalam bentuk gambar, suara maupun film dengan
sistem elektromagnetik.Penyalahgunaan Internet yang mengganggu ketertiban umum
atau pribadi dapat dikenakan sanksi dengan menggunakan Undang- Undang ini,
terutama bagi para hacker yang masuk ke sistem jaringan milik orang lain
sebagaimana diatur pada Pasal 22, yaitu Setiap orang dilarang melakukan
perbuatan tanpa hak, tidak sah, atau memanipulasi:
1.
Akses ke jaringan telekomunikasi
2.
Akses ke jasa telekomunikasi
3.
Akses ke jaringan telekomunikasi khusus
Apabila anda melakukan hal tersebut seperti yang
pernah terjadi pada websiteKPU www.kpu.go.id, maka dapat dikenakan
Pasal 50 yang berbunyi “Barang siapa yang melanggar ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 22, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam)
tahun dan/atau denda paling banyak Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah)”
c.
Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang
Undang-Undang
Nomor 15 Tahun 2002 merupakan Undang-Undang yang paling ampuh bagi seorang
penyidik untuk mendapatkan informasi mengenai tersangka yang melakukan penipuan
melalui Internet, karena tidak memerlukan prosedur birokrasi yang panjang dan
memakan waktu yang lama, sebab penipuan merupakan salah satu jenis tindak
pidana yang termasuk dalam pencucian uang (Pasal 2 Ayat (1) Huruf q). Penyidik
dapat meminta kepada bank yang menerima transfer untuk memberikan identitas dan
data perbankan yang dimiliki oleh tersangka tanpa harus mengikuti peraturan
sesuai dengan yang diatur dalam Undang-Undang Perbankan. Dalam Undang-Undang
Perbankan identitas dan data perbankan merupakan bagian dari kerahasiaan bank
sehingga apabila penyidik membutuhkan informasi dan data tersebut, prosedur
yang harus dilakukan adalah mengirimkan surat dari Kapolda ke Kapolri untuk
diteruskan ke Gubernur Bank Indonesia. Prosedur tersebut memakan waktu yang
cukup lama untuk mendapatkan data dan informasi yang diinginkan.[12]
Dalam Undang-Undang Pencucian Uang proses tersebut
lebih cepat karena Kapolda cukup mengirimkan surat kepada Pemimpin Bank
Indonesia di daerah tersebut dengan tembusan kepada Kapolri dan Gubernur Bank
Indonesia, sehingga data dan informasi yang dibutuhkan lebih cepat didapat dan
memudahkan proses penyelidikan terhadap pelaku, karena data yang diberikan oleh
pihak bank, berbentuk: aplikasi pendaftaran, jumlah rekening masuk dan keluar
serta kapan dan dimana dilakukan transaksi maka penyidik dapat menelusuri
keberadaan pelaku berdasarkan data-data tersebut. Undang-Undang ini juga
mengatur mengenai alat bukti elektronik atau digital evidence sesuai dengan
Pasal 38 huruf b yaitu alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan,
dikirimkan, diterima, atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau
yang serupa dengan itu. Dengan semakin pesatnya perkembangan teknologi
informasi, maka perlu kiranya diperhatikan upaya penyempurnaan dan perbaikan
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Nasional, yaitu :
1.
Semakin maraknya kejahatan-kejahatan baru yang timbul sebagai akibat dari
kemajuan teknologi informasi (cyber crime), maka alat bukti yang diperlukan
harus sesuai dengan perkembangan IPTEK, baik dengan penambahan alat bukti lain
yang berbasis teknologi, seperti alat buktiberupa surat elektronik (electronic
mail) dan rekaman elektronik.
2.
Salah satu ciri kejahatan di dunia maya (cyber crime) adalah memanfaatkan
jaringan telematika (telekomunikasi, media dan informatika) global. Aspek
global menimbulkan kondisi seakan-akan dunia tidak ada batasnya (borderless)
keadaan ini mengakibatkan pelaku, korban serta tempat dilakukannya tindak
pidana (locus delicti) terjadi dinegara yang berbedabeda. Oleh karena itu,
untuk mengantisipasi hal tersebut maka pemberlakuan Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana harus diperluas, sehingga tidak hanya mengacu pada asas/ prinsip yang
selama ini di anut dalam pasal 2-pasal 9 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yaitu
asas personal, asas territorial, dan asas universal.
3.
Untuk merumuskan dan menentukan perbuatan-perbuatan yang dapat dikenai sanksi
pidana dalam dunia yang relative baru dan bergerak cepat, tentu bukan merupakan
pekerjaan yang mudah. Oleh karena itu, untuk menjerat pelaku yang melakukan
kejahatan-kejahatan di dunia maya (cyber crime), dapat digunakan lembaga
penafsiran hukum (interpretasi). Hal dimaksudkan untuk menghindarkan timbulnya
kekosongan hukum. P Ramli (2005: 55-56) menjelaskan penentuan hukum yang
berlaku, dikenal adanya beberapa asas yang dapat digunakan, yaitu : [13]
a.
Subjective territoriality, yang menekankan bahwa keberlakuan hukum pidana
ditentukan berdasarkan tempat perbuatan dilakukan dan penyelesaian tindak
pidananya dilakukan di negara lain.
b.
Objective territoriality, yang menyatakan bahwa hukum yang berlaku adalah
akibat utamanya perbuatan itu terjadi dan memberikan dampak yang sangat
merugikan bagi negara yang bersangkutan.
c.
Nationality, yang menentukan bahwa negara mempunyai yurisdiksi untuk menentukan
hukum berdasarkan kewarganegaraan pelaku tindak pidana.
d.
Passive nationality, yang menekankan yurisdiksi berdasarkan kewarganegaraan
dari korban kejahatan.
e.
Protective principle, yang menyatakan bahwa berlakunya hukum didasarkan atas
keinginan negara untuk melindungi kepentingan Negara dari kejahatan yang
dilakukan diluar wilayahnya. Azas ini pada umumnya diterapkan apabila korbannya
adalah negara atau pemerintah.
f.
Universality, bahwa setiap negara berhak untuk menangkap dan menghukum pelaku
kejahatan.
Munculnya kejahatan cyber crime merupakan suatu
fenomena yang membutuhkan penanggulangan secara cepat dan akurat.Perubahan
terhadap beberapa ketentuan yang terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana merupakan salah satu cara yang dapat dipergunakan untuk mengatasi jenis kejahatan
baru tersebut. Diharapkan dengan dilakukannya berbagai perubahan dalam Kitab Undang
Hukum Pidana Nasional sebagai akibat dari timbulnya berbagai perubahan.
Contoh Kasus Cyber Crimedi
Indonesia :[14]
a.
Pencuriandan penggunaan account Internet
milik orang lain.
Diantara
kesulitan dari sebuah ISP (Internet Service Provider) adalahadanya account
pelanggan mereka yang “dicuri” dan digunakan secara tidak sah. Berbeda dengan
pencurian yang dilakukan secara fisik, “pencurian” account cukup menangkap
“userid” dan “password” saja.Hanya informasi yang dicuri. Sementara orang yang
kecurian tidak merasakan hilangnya “benda” yang dicuri. Pencurian baru terasa
efeknya jika informasi ini digunakan oleh yang tidak berhak. Akibat dari
pencurian ini, penggunaan dibebani biaya penggunaan account tersebut. Kasus ini
banyak terjadi di ISP. Namun yang pernah diangkat adalah penggunaan account
curian oleh dua Warnet di Bandung.
b. Membajak situs web.
Salah
satu kegiatan yang sering dilakukan oleh cracker adalah mengubah halaman web, yang
dikenal dengan istilah deface. Pembajakan dapat dilakukan dengan
mengeksploitasi lubang keamanan. Sekitar 4 bulan yang lalu, statistik di
Indonesia menunjukkan satu (1) situs web dibajak setiap harinya.
c. Probing dan port
scanning.
Salah
satu langkah yang dilakukan cracker sebelum masuk ke server target yaitu
melakukan pengintaian, dengan cara melakukan “port scanning” atau “probing”
untuk melihat servis servis apa saja yang tersedia di server target. Misalnya,
hasil scanning dapat menunjukkan bahwa server target menjalankan program web
server Apache, mail server sendmail, dan seterusnya. Analogi hal ini dengan
dunia nyata yaitu dengan melihat-lihat apakah pintu rumah target terkunci,
merek kunci yang digunakan, jendela mana yang terbuka, apakah pagar terkunci
(menggunakan firewall atau tidak) dan seterusnya. Yang bersangkutan
memang belum melakukan kegiatan pencurian atau penyerangan, akan tetapi
kegiatan yang dilakukan sudah mencurigakan.
d. Virus.
Seperti
halnya di tempat lain, virus komputer pun menyebar di Indonesia . Penyebaran
umumnya dilakukan dengan menggunakan email. Seringkali sistem email seseorang
yang terkena virus tidak sadar akan hal ini. Virus ini kemudian dikirimkan ke
tempat lain melalui emailnya. Kasus virus ini sudah cukup banyak seperti virus
Mellisa, I love you, dan SirCam. Untuk orang yang terkena virus, kemungkinan
tidak banyak yang dapat dilakukan.
e. Denial of Service
(DoS) dan Distributed DoS (DDos) attack.
DoS
attack merupakan serangan yang bertujuan untuk melumpuhkan target (hang, crash)
sehingga dia tidak dapat memberikan layanan. Aktifitas serangannya tidak
melakukan pencurian, penyadapan, ataupun pemalsuan data. Akan tetapi dengan
hilangnya layanan maka target tidak dapat memberikan servis sehingga ada
kerugian finansial. Bagaimana status dari DoS attack ini? Bayangkan bila
seseorang dapat membuat ATM bank menjadi tidak berfungsi. Akibatnya nasabah
bank tidak dapat melakukan transaksi dan bank termasuk nasabah dapat mengalami
kerugian finansial. DoS attack dapat ditujukan kepada server (komputer) dan
juga dapat ditargetkan kepada jaringan (menghabiskan bandwidth). Tools untuk
melakukan hal ini banyak tersebar di Internet. DDoS attack meningkatkan
serangan ini dengan melakukannya dari beberapa (puluhan, ratusan, dan bahkan
ribuan) komputer secara serentak. Efek yang dihasilkan lebih
f. Kejahatan yang
berhubungan dengan nama domain
(domain
name) digunakan untuk mengidentifikasi perusahaan dan merek dagang. Namun banyak
orang mencoba menarik keuntungan dengan mendaftarkan domain nama perusahaan
orang lain dan kemudian berusaha menjualnya dengan harga yang lebih mahal.
Pekerjaan ini mirip dengan calo karcis. Istilah yang sering digunakan adalah
cybersquatting. Masalah lain adalah menggunakan nama domain saingan perusahaan
untuk merugikan perusahaan lain. (Kasus: mustika-ratu.com) Kejahatan lain yang berhubungan
dengan nama domain adalah membuat “domain plesetan”, yaitu domain yang mirip
dengan nama domain orang lain. (Seperti kasus klikbca.com) Istilah yang
digunakan saat ini adalah typosquatting.
g. IDCERT (Indonesia
Computer Emergency Response Team).
Salah
satu cara untuk mempermudah penanganan masalah keamanan denganmembuat sebuah
unit untuk melaporkan kasus keamanan. Masalah keamanan ini di luar negeri mulai
dikenali dengan munculnya “sendmail worm” (sekitar tahun 1988)
yang menghentikan sistem email Internet kala itu. Kemudian dibentuk sebuah Computer
Emergency Response Team (CERT). Semenjak itu di negara lain mulai juga
dibentuk CERT untuk menjadi point of contact bagi orang untuk melaporkan
masalah keamanan. IDCERT merupakan CERT Indonesia .
h. Sertifikasi perangkat
security.
Perangkat
yang digunakan untuk menanggulangi keamanan semestinya memiliki peringkat
kualitas. Perangkat yang digunakan untuk keperluan pribadi tentunya berbeda
dengan perangkat yang digunakan untuk keperluan militer. Namun sampai saat ini
belum ada institusi yang menangani masalah evaluasi perangkat keamanan di Indonesia.
Mengingat kejahatan e-commerce merupakan salah
satu kejahatan baru dan canggih, maka wajar dalam penegakan hukumnya masih
mengalami beberapa kendala yang harus segera ditangani agar peluang pelaku
kejahatan bisnis canggih dapat diatasi dan tidak dapat mengembangkan
bakatkejahatannya di dunia maya khususnya kejahatan e-commerce. Meskipun
demikian, ada kendala yang harus dipecahkan atau dicarikan solusinya
diantaranya:
a. Pembuktian (bukti
elektrik)
Persoalan
yang muncul, yaitu belum adanya kebulatan penafsiran terhadap kepastian dari
alat bukti elektrik, dikarenakan alat bukti ini mudah sekali untuk di copy,
digandakan atau bahkan dipalsukan, dihapus atau dipindahkan. Walaupun mengacu
pada Pasal 5 Undang-Undang ITE telah jelas menyebutkan mengenai alat bukti ini,
namun masih saja aparat penegak hukum mengalami kesulitan untuk mendapatkan
alat bukti yang otentik.
b. Perbedaan Persepsi
Perbedaan
persepsi yang dimaksud yaitu bahwa terjadinya perbedaan antara penegak hukum
dalam menafsirkan kejahatan yang terjadi dengan penerapan pasal-pasal dalam
hukum positif yang berlaku sehingga menimbulkan ketidakpastian hukum bagi
pencari keadilan.
c. Lemahnya penguasaan
komputer
Kurangnya
kemampuan dan keterampilan aparat penegak hukum di bidang komputer yang
mengakibatkan taktis, teknis penyelidikan, penuntutan dan pemeriksaan di
pengadilan tidak dikuasai karena menyangkut sistem yang ada didalam komputer.
d. Sarana dan prasarana
Fasilitas
komputer mungkin memang ada di setiap kantor-kantor para penegak hukum, namun
hanya berfungsi sebatasuntuk administrati, seperti mengetik saja, sedangkan kejahatan
e-commerce ini dilakukan dengan menggunakan komputer yang berjaringan
dan berkapasitas teknologi yang lumayan maju sehingga pihak aparat sulit untuk
mengimbangi kegiatanpara pelaku kejahatan tersebut.
e. Kesulitan Menghadirkan
korban
Terhadap
kejahatan yang korbannya berasal dari luar negeri umumnya sangat sulit untuk
melakukan pemeriksaan yang mana keterangan saksi korban sangat dibutuhkan untuk
membuat sebuah berita acara pemeriksaan.
Cybercrime membutuhkan global action dalam
penanggulangannya mengingat kejahatan tersebut seringkali bersifat
transnasional. Adapun langkah penting yang harus dilakukan setiap negara dalam
penanggulangan cybercrime adalah:[15]
a.
Melakukan modernisasi hukum pidana nasional beserta hukum acaranya, yang
diselaraskan dengan konvensi internasional yang terkait dengan kejahatan
tersebut
b.
Meningkatkan sistem pengamanan jaringan komputer nasional sesuai standar
internasional
c.
Meningkatkan pemahaman serta keahlian aparatur penegak hukum mengenai upaya
pencegahan, investigasi dan penuntutan perkara-perkara yang berhubungan dengan
cybercrime
d.
Meningkatkan kesadaran warga negara mengenai masalah cybercrimeserta pentingnya
upaya pencegahan kejahatan agar tidak mudah terjadi.
e.
Meningkatkan kerjasama antar negara, baik bilateral, regional maupun
multilateral, dalam upaya penanganan cybercrime, antara lain melalui perjanjian
ekstradisi dan mutual assistance treaties
Terdapat tiga pendekatan untuk mempertahankan keamanan
di cyberspace, pertama adalah pendekatan teknologi, kedua pendekatan
sosial budaya-etika dan ketiga pendekatan hukum. Untuk mengatasi keamanan
gangguan pendekatan teknologi sifatnya mutlak dilakukan, sebab tanpa suatu
pengamanan jaringan akan sangat mudah disusupi, diintersepsi atau diakses
secara ilegal dan tanpa hak.
D.
Cyber Crime Ditinajau
dari Hukum Islam
Dipahami
dari pengertian dan jenis–jenis cyber crime tersebut di atas, cybercrimemerupakan
bentuk kejahatan yang muncul di era modern sekarang ini. Dengan demikian,
perbuatan kejahatan cyber crime menurut analisa hukum Islam (jinayat)
dapat dihukum dengan ta’zir. Ta’zîr menurut pengertian bahasa berarti
pencegahan (al-man’u). adapun menurut istilah ta’zîr merupakan
hukuman edukatif (ta’dîb) dalam arti mengantisipasi dengan cara
menakut-nakuti (tankîf). Adapun secara syar’î, ta’zîr dimaksudkan
sebagai sanksi yang dijatuhkan atas dasar kemaksiatan, karena secara
tegas tidak termasuk kejahatan yang termaktub dalam Al Quran da Hadis,
sebagaimana had, Qisas, atau kafârat. Hukuman Ta’zîrmacamnya
dapat berupa sangsi dalam bentuk:[16]
1) hukuman mati;
(2) jilid atau cambuk
tidak melebihi 10 kali;
(3) pengasingan,
pemboikotan,atau penjara;
(4) salib;
(5) ganti rugi (ghuramah)
atau dengan cara penyitaan;
(6) peringatan atau
nasihat
(7) pencabutan sebagian
hak kekayaan (hurmân);
(8)
pencelaan (taubîkh);
(9)
pewartaan (tasyhîr).
Bentuk
sanksi ta‘zîr hanya terbatas pada bentuk-bentuk tersebut. Khalifah atau yang
mewakilinya yaitu qâdhî (hakim) diberikan hak oleh syariat untuk memilih
di antara bentuk-bentuk sanksi tersebut dan menentukan kadarnya; ia tidak boleh
menjatuhkan sanksi di luar itu.
Kasus
ta‘zîr secara umum terbagi menjadi:17
(1)
pelanggaran terhadap kehormatan;
(2)
pelanggaran terhadap kemuliaan;
(3)
perbuatan yang merusak akal;
(4)
pelanggaran terhadap harta
(5)
gangguan keamanan;
(6)
subversi;
(7)
pelanggaran yang berhubungan dengan agama.
Kesimpulan
Cyber Crime merupakanaktivitas kejahatan dengan
menggunakan fasilitas computer atau jaringan computer tanpa ijin dan melawan
hokum, baik cara mengubahnya atau tanpa perubahan (kerusakan) pada fasilitas
komputer yang dimasuki atau digunakan, atau kejahatan yang dengan menggunakan
sarana media elektronik internet karena dikategorikan sebagai kejahatan dunia
maya, atau kejahatan di bidang komputer dengan cara illegal, Dapat pula
dikategorikan sebagai kejahatan komputer yang ditujukan kepada sistem atau
jaringan komputer, yangmencakup segala bentuk baru kejahatan yang menggunakan
bantuan sarana media elektronik internet.Sangsi bagi para pelaku cybercrime
menurut syari’at Islam adalah Ta’zir melalui proses peradilan dengan vonis
Hakim dengan ancaman hukuman berupa kurungan penjara, pengasingan, cambuk,
sampai pada hukuman mati sesuai dengan tingkat mudharat yang telah
dilakukannya.
DAFTAR PUSTAKA
Agus Rahardjo, Cybercrime
pemahaman dan upaya pencegahan kejahatan berteknologi,
Bandung: PT Citra
Aditya Bakti , 2002
AhmadRamli, 2004, Prinsip-prinsip
Cyber Law Dan Kendala Hukum Positif Dalam
Menanggulangi
Cyber Crime, Fakultas Hukum Universitas Padjajaran,
Bandung.
Andi Hamzah, 1990,
Aspek-Aspek
Pidana di Bidang Komputer, Sinar Grafika,
Jakarta.
Budi Raharjo,
2002. Memahami
Teknologi Informasi. Jakarta: Elexmedia Komputindo
Buletin Hukum
Perbankan Dan KeBanksentralan Volume 4 Nomor 2, Agustus 2006
Deris Setiawan,2005,
Sistem
Keamanan Komputer, Jakarta: PT Elex Media
Komputindo.
Eoghan Casey,2001,
Digital
Evidence and Komputer Crime, London : A Harcourt
Science and
Technology Company.
Hinca IP Panjaitan
dkk, Membangun
Cyber Law Indonesia yang demokratis, Jakarta
: IMLPC, 2005
http://budi.insan.co.id.
Keamanan
Sistem Informasi Berbasis Internet. Diakses
08 Mei 2018, pukul
15.30 WIB
http://www.gatra.com/2004-10-13/.
Cybercrime
di Era Digital. Diakses 08 Mei
2018, pukul 09.39
WIB
PT
Citra Aditya Bakti, 2002).
hlm
23
Elektronik
(UU ITE), Kementerian Komunikasi dan Informasi RI
Technology
Company, 2001). page 16
jam
13:32 WIB.
2005),.hlm.
40
IMLPC.
Hlm 56-58
[14] http://www.gatra.com/2004-10-13/.
Cybercrime di Era Digital. Diakses 08 mei 2018 , pukul 09:39.
[15] http://budi.insan.co.id.
Keamanan Sistem Informasi Berbasis Internet. Diakses 08 Mei 2018 , pukul 15.30
WIB.
Cyber
Crime,
(Bandung: Fakultas Hukum Universitas Padjajaran), hlm. 2.
Gabung dalam percakapan