PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK CIPTA
PERLINDUNGAN HUKUM
TERHADAP HAK CIPTA
Oleh : Annisa Zahra
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perkembangan
karya cipta sebagai bagian Hak Kekayaan Intelektual (HKI) yang bersumber pada
hasil kreasi manusia melahirkan suatu hak bagi si pencipta yang disebut sebagai
hak cipta (copyright). Hak cipta yang
melekat pada pencipta berbeda dari hak kekayaan intelektual lainnya, karena
yang melekat terdiri dari dua jenis hak, hak moral dan hak ekonomi. [1]
Hak
cipta adalah bagian dari HKI (Hak Kekayaan Intelektual) yang mengatur
perlindungan berbagai ragam karya cipta antara lain seperti karya tulis,
termasuk ilmu pengetahuan, karya seni, drama, tari, lagu dan film atau
sinematografi. Hal ini diatur dalam Pasal 12 Undang-Undang Hak Cipta No. 19
Tahun 2002 mengenai jenis-jenis ciptaan.[2]
Pelanggaran
hak cipta dan pembajakan tampaknya sudah mendarah daging dikalangan masyarakat
kita, seperti dengan mudahnya memfoto kopi sebuah buku. Padahal dalam buku
tersebut melekat hak cipta yang dimiliki pengarang sehingga apabila kegiatan
fotokopi dilakukan dan tanpa memperoleh izin dari pemegang hak cipta maka dapat
dikategorikan sebagai pelanggaran hak cipta.
Rendahnya
tingkat pemahaman masyarakat arti dan fungsi hak cipta, sikap, dan keinginan
untuk memperoleh keuntungan dagang dengan cara yang mudah, ditambah belum cukup
terbinanya kesamaan pengertian, sikap dan tindakan para aparat penegak hukum
dalam menghalangi pelanggaran hak cipta merupakan faktor yang perlu memperoleh
perhatian.[3]
Kegiatan
pelanggaran hak cipta menyebabkan
berbagai lembaga pendidikan dan pemerintah terkadang tidak sadar telah
melakukan pelanggaran hak cipta. Seharusnya,berbagai lembaga pemerintah
tersebut memberikan teladan dalam hal penghormatan terhadap hak cipta. Contoh
konkritnya adalah perpustakaan, lembaga ini sebenarnya rentan akan pelanggaran
hak cipta apabila tidak memahami konsep hak cipta itu sendiri. Pada
kenyataannya sering kali dijumpai perpustakaan yang dengan sengaja melanggar
hak cipta tersebut dengan memperbanyak salinan buku-buku dengan alasan
keterbatasan dana ataupun hal yang lain.
PEMBAHASAN
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK CIPTA
1.
Lahirnya
Hak Cipta
Adapun
yang dimaksud “pencipta” menurut Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1982 (UU No. 19
Tahun 2002) tentang Hak Cipta adalah sebagai berikut “Pencipta adalah seorang
atau beberapa orang secara bersama-sama yang atas inspirasinya lahir suatu
ciptaan berdasarkan kemampuan pikiran,
imajinasi, kecekatan, keterampilan atau keahlianyang dituangkan dalam bentuk
yang khas dan bersifat pribadi.
Dapat
dikatakan bahwa sejak suatu ciptaan lahir atau terwujud maka sejak itu pulalah
lahirnya hak daripada penciptanya. Menurut penuturan hukum yang berlaku (positief recht) wujud dari hak cipta
dengan oktrooi adalah berlainan
dimana masalah hak cipta (hak pengarang) oleh hukum telah diakui sejak semula,
sedangkan hak oktrooi atau paten
merupakan “hak yang diberikan oleh pemerintah terhadap seseorang yang menemukan
sesuatu...” oleh karena itu , wujud hak oktrooi
itu baru lahir setelah terlebih dahulu ada pengakuan dari pemerintah.
2.
Hak
Cipta yang diserahkan Kepada Oranglain atau Pihak Lain atau Badan Lain
a. Jika
hak cipta diserahkan pada pihak lain “untuk sebagian” maka bagian yang diserahkan itu pencipta
tidak ada lagi haknya, sedangkan bagian yang tidak diserahkan pencipta tetap
mempunyai hak sepenuhnya.
b. Jika
hak cipta diserahkan pada orang/pihak lain seluruhnya maka pencipta itu tetap
berwenang menjalankan suatu tuntutan hukum untuk mendapatkan ganti kerugian
terhadap seseorang yang melanggar hak cipta itu.
Hak-hak
yang dapat diserahkan atau dipindahkan antara lain :
a. Memperbanyak
hasil ciptaan,
b. Mengumumkan
hasil ciptaan,
c. Menerjemahkan
hasil ciptaan,
d. Menyandiwarakan,
baikdalam radio maupundi televisi, dan lain-lainnya.
Semenara
itu, hak yang tidak dapat diserahkan yang tetap berada atau melekat pada
penciptanya yaitu :
a. Menuntut
pelanggaran hasil ciptaan
b. Izin
mengadakan perubahan, dan lain sebagainya.[4]
Hak-hak tersebutlebih dikenal transferable dan nontransferable
right sekarang disebut moral right.
Selanjutnya apabila dilihat dalam
ketentuan-ketentuan mengenai pembatasan hak cipta, didalam pasal 26 UU No. 19
Tahun 2002 menyatakan bahwa hak cipta suatu hasil ciptaan itu tidak
diserahkanseluruh hak ciptanya. Hak cipta yang dijual untuk seluruh atau
sebagainya tidak dapat dijual untuk kedua kalinya oleh penjual yang sama,
karena akan timbul sengketa antar beberapa pembeli hak cipta yang sama atas
sesuatu ciptaan, perlindungan diberikan kepada pembeli yang terdahulu
memperoleh hak cipta itu. Menurut pasal 26 hak cipta yang dijual seluruhnya
atau sebagian tidak dapat dijual untukkedua kalinya oleh penjual yang sama
(pencipta). Apabila timbul persengketaan antara beberapa pembeli sesuai pasal
tersebut, maka perlindungan akan diberikan kepada pembeli pertama
memperoleh hak cipta itu, dalam
permasalahan in pembeli itu adalah pihak yang notabene tidak kunjung menerbitkan atau mengedarkan hasil ciptaan
tersebut.oleh karena itu, menurut penulis hal ini perlu mendapat pengaturan
yang jelas di dalam akta perjanjiannya. Untuk hal ini pemerintah pun dapat
campur tangan demi perlindungan hak cipta itu sendiri, tanpa mengurangi hak-hak
keperdataan para pihak di dalam membuat
suatu perjanjian. Perubahan demi perubahan Undang-undang tentang hak cipta
sampai pada UU No. 19 Tahun 2002 masala tersebut tidak terakomodasi secara
tegas.[5]
3.
Pendaftaran
Hak Cipta
Pencipta adalah orang yang namanya terdaftar dalam
daftar umum ciptaan dan pengumuman resmi pada Departemen Kehakiman dan HAM RI
cq Direktorat Jendral Hak Kekayaan Intelektual, seperti yang dimaksud
dalamundang-undang, juga orang yang namanya disebut sebagai pencipta pada suatu
ciptaan. Sebagai kesimpulan ciptaan. Sebagai kesimpulan, bahwa boleh melakukan
pendaftaran hak ciptanya kepada Departemen Kehakiman dan boleh juga tidak melakukannya.
Sebagaimana ketentuan Pasal 36 UU No. 19
Tahun 2002 tidak mengandung arti sebagai pengesahan atas isi, arti maksud atau
bentuk dari ciptaan yang diatur.
Pihak perusahaan dapat juga
mengumumkan orang yang menjadi pencipta suatu karya. Misalnya di bidang usik
dan lagu yang tercantum di dalam sampul kaset, atau di dalam bentuk karangan
buku yang nama dari pengarangnya tertulis di sampul buku.
Keuntungan dan kerugian apabila tidak
mendaaftarkan hak cipta itu tidaklah ada, kecuali untuk mempermudah proses
pembuktiannya dalam hal terjadi suatu sengketa tentang siapakah pencipta sesuatu karya yang sebenarnya. Di
samping itu tanpa pendaftaran pun hak cipta tetap mendapatkan perlindungan.
Dari uraian ini, jika pendaftaran hak cipta tidak merupakan keharusan, maka
perlu dipikirkan tentang upaya apa yang harus dilakukan untuk menaik minat para
pencipta untuk mendaftarkan hasil karyanya ( hak ciptanya), tentu saja dengan
keuntungan yang dapat dirasakan oleh pencipta itu sendiri, dibanding apabila
tidak melakukan pendaftaran.[6]
4.
Pembatasan
Hak Cipta
Dalam pasal 14 No. 6 Tahun 1982,
dikatakan bahwa tidak dianggap sebagai pelanggaran hak cipta orang lain sampai
sebanyak-banyaknya 10% dari kesatuan yang bulat, dengan syarat harus
menyebutkansumber dari kutipan tersebut.
Secara analog Pasal 14 bahwa para pembuat
undang-undang dapat juga membuat suatu
ketentuan tentang tahapan jumlah presentase pengutipan itu. Misalnya, bagaimana
pabila pengutipan itu diambil 20%, 30%, 40% dan seterusnya. Dengan demikian,
hal ini akan menolonghakim dalam mempertimbangkan ganjaran hukuman yang akan diambilnya
bagi pelaku pelanggaran hak cipta itu. Jadi tidak semata-mata atas dasar
keyakinan yang diberikan oleh undang-undang kepadanya (hakim pengadilan) di
dalam mengambil keputusannya tentang sesuatu perkara yang dalam hal ini
menyangkut tindak pidana hak cipta.
Sebaliknya didalam Pasal 14 s.d Pasal
18 UU No. 19 Tahun 2002, masalah presentase pembatasan tersebut tidak lagi
diatur. Akan tetapi, di dalam penjelasannya disebutkan bahwa pembatasan perlu
dilakukan karena ukuran kuantitatif untuk menentukan pelanggaran hak cipta
sulit diterapkan.
Hak cipta apabila sumbernya disebut
atau dicantumkan dengan jelas dan hal itu dilakukan terbatas untuk kegiatan
yang bersifat nonkomersil termasuk untuk kegiatan sosial. Misalnya penelitian dan
pengembangan , dengan ketentuan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari
penciptanya. Termasuk dalam pengertian ini adalah pengambilan ciptaan untuk
pertunjukan atau pementasan yang tidak dikenakan bayaran. Khusus untuk
pengutipan karya tulis, penyebutan atau pencantuman sumber ciptaan yang dikutip
harus dilakukan secara lengkap. Artinya dengan mencantumkan sekurang-kurangnya
nama pencipta, judul atau nama ciptaan dan nama penerbit jika ada. Sementara
itu, yang dimaksud dengan kepentingan yang wajar dari pencipta atau pemegang
hak cipta adalah suatu kepentingan yang didasarkan pada keseimbangan dalam
menikmati manfaat ekonomi atas suatu ciptaan.
5.
Fungsi
dan Sifat Hak Cipta
Hak cipta adalah hak khusus bagi
pencipta maupun penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya
maupun memberi izin untuk itu dengan tidak mengurangi
pembatasan-pembatasanmenurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.dalam
pasal ini dijelaskan, dengan hak khusus dari pencipta dimaksudkan bahwa tidak
ada orang lain boleh melakukan hak itu atau orang lain kecuali dengan izin pencipta
(pasal 2).
Hak cipta dianggap sebagai benda
bergerak ( pasal 3 ayat (1)). Hak cipta dapat beralih arah atau dialihkan baik
seluruhnya maupun sebagian karena : (pasal 3 ayat (2))
a.
Pewarisan
b.
Hibah
c.
Wasiat
d.
Dijadikan milik negara
e.
Perjanjian, yang harus dilakukan dengan
akta, dengan ketentuan bahwa perjanjian itu hanya mengenai wewenang yang
disebut di dalam akta itu. Hak cipta
dianggap benda yang bergerak dan immateriil. Hak cipta tidak dapat dialihkan
secara lisan, harus dengan akta otentik atau akta di bawah tangan.
Di
dalam pasal 4 disebutkan bahwa hak cipta yang dimiliki oleh pencipta yang tidak
di umumkan yang setelah penciptanya meninggal dunia menjadi milik ahli warisnya
atau penerima wasiat, dan tidak dapat didita. Hal ini berhubung sifat ciptaan
adalah pribadi dan manunggal dengan diri pencipta , maka hak pribadi itu tidak
dapat disita daripadanya (ketentuan
Pasal 2,3, dan 4 UU No. 6 Tahun 1982 di atas tidak ada perubahan.[7]
6. Akibat Hukum Hak Cipta
1.
Hak Pencipta
Hukum hak cipta melindungi karya
intelektual dan seni dalam bentuk ekspresi. Ekspresi yang dimaksud adalah dalam
bentuk tulisan seperti lirik lagu, puisi, artikel, dan buku dalam bentuk gambar
seperti foto, gambar arsitektur, dan peta, serta dalam bentuk suara dan video
seperti rekamanlagu, pidato, video pertunjukan, dan video koreografi.
Hukum hak cipta bertujuan melindungi
hak pencipta dalam mendistribusikan, menjual atau membuat turunan dari karya
tersebut. Perlindungan yang didapat oleh pencipta adalah perlindungan terhadap
plagiasi oleh orang lain.[8]Secara lengkap berikut
adalah hak-hak yang tercakup dalam hak cipta;
Beberapa hak eksklusif yang umumnya
diberikan kepada pemegang hak cipta adalah hak untuk:
1)
Membuat salinan atau reproduksi ciptaan
dan menjual hasil salinan tersebut (termasuk, pada umumnya, salinan elektronik);
2)
Mengimpor dan
mengekspor ciptaan,
3)
Menciptakan karya turunan atau derivatif atas ciptaan (mengadaptasi ciptaan),
4)
Menampilkan atau memamerkan ciptaan di
depan umum,
5)
Menjual atau mengalihkan hak eksklusif
tersebut kepada orang atau pihak lain.
Pengertian hak eksklusif dalam hal ini
adalah hanya pemegang hak ciptalah yang bebas melaksanakan hak cipta tersebut,
sementara orang atau pihak lain dilarang melaksanakan hak cipta tersebut tanpa
persetujuan pemegang hak cipta.
Di Indonesia, hak eksklusif pemegang hak cipta mencakup pula menerjemahkan,
mengadaptasi, mengaransemen, mengalihwujudkan, menjual, menyewakan,
meminjamkan, mengimpor, memamerkan, mempertunjukkan kepada publik, menyiarkan,
merekam, dan mengkomunikasikan ciptaan kepada publik melalui sarana apapun.
Selain itu dalam hukum yang berlaku di Indonesia di atur pula hak terkait, yang
berkaitan dengan hak cipta dan juga merupakan hak eksklusif.
b.
Hak
Moral
Hak moral adalah hak yang melindungi
kepentingan pribadi si pencipta Konsep Hak Moral. Ini berasal dari sistem hukum
kontinental yaitu Perancis. Menurut konsep hukum kontinental, hak pengarang (droit d’auteur, author right) terbagi
menjadi hak ekonomi seperti uang, dan hak moral yang menyangkut perlindungan
atas reputasi si pencipta.
Hak moral dalam hak cipta disebut
sebagai yang bersifat asasi sebagai natural
right yang dimiliki manusia. Pengakuan serta perlindungan terhadap Hak
Moral selanjutnya menumbuhkan rasa aman bagi pencipta karena ia tetap merupakan
bagian dari hasil karya atau ciptaannya.[9]
c.
Hak
Ekonomi
Hak ekonomi adalah hak yang dimiliki
oleh seseorang untuk mendapatkan keuntungan atas ciptaannya. Hak ekonomi pada
setiap Undang-undang Hak Cipta selalu berbeda, baik teknologinya, jenis hak
yang diliputinya dan ruang lingkup dari setiap jenis hak ekonomi tersebut.
Secara umumnya setiap negara, minimal mengenal dan mengatur hak ekonomi yang
meliputi jenis hak sebagai berikut.
a. Hak
reproduksi atau pengadaan (reproduction
right)
b. Hak
adaptasi (adaptation right)
c. Hak
distribusi (distribution right)
d. Hak
pertunjukan (public performance right)
e. Hak
penyiaran (broadcasting right)
f.
Hak rograma kabel (cablecasting right)
g. Droit de suite sdan
h. Hak
pinjam masyarakat.[10]
7.
Pelanggaran Hak Cipta
Suatu perbuatan dapat dikatakan
sebagai suatu pelanggaran Hak Cipta
apabila perbuatan tersebut melanggar hak khusus dari Pencipta atau
Pemegang Hak Cipta. Ancaman pidana kegiatan dalam Undang-undang Hak Cipta
adalah sebagaimana berikut:
a. Dengan sengaja dan tanpa hak mengumumkan atau memperbanyak suatuciptaan. Ancaman hukuman pidana
penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.
100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
b. Dengan sengaja menyiarkan, memamerkan mendengarkan, atau menjual
kepada umumciptaan hasil pelanggaran Hak Cipta. Ancaman penjara paling lama 5
(lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
c. Melanggar ketentuan Pasal 16. Ancaman pidana penjara paling lama 3
(tiga) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 25.000.000,00 (dua puluh lima
juta rupiah).
d. Melanggar ketentuan Pasal 18. Ancaman pidana penjara paling lama 2
(dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 15.000.000,00 (lima belas juta rupiah).[11]
Dalam Undang-undang Hak Cipta yang
berlaku di Indonesia,
beberapa hal diatur sebagai dianggap tidak melanggar hak cipta. Pemakaian ciptaan tidak dianggap sebagai
pelanggaran hak cipta apabila sumbernya
disebut atau dicantumkan dengan jelas dan hal itu dilakukan terbatas untuk
kegiatan yang bersifat nonkomersial termasuk untuk kegiatan sosial, misalnya, kegiatan
dalamlingkuppendidikandan
ilmu pengetahuan kegiatan penelitian dan
pengembangan, dengan ketentuan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari
penciptanya. Kepentingan yang wajar dalam hal ini adalah “kepentingan yang
didasarkan pada keseimbangan dalam menikmati manfaat ekonomi atas suatu
ciptaan”.Termasuk dalam pengertian ini adalah pengambilan ciptaan untuk pertunjukan atau pementasan
yang tidak dikenakan bayaran.Khusus untuk pengutipan karya tulis, penyebutan
atau pencantuman sumber ciptaan yang dikutip harus dilakukan secara lengkap.
Artinya, dengan mencantumkan sekurang-kurangnya nama pencipta, judul atau nama
ciptaan, dan nama penerbit jika ada. Selain itu, seorang pemilik (bukan
pemegang hak cipta) program
komputer dibolehkan membuat salinan atas program komputer yang
dimilikinya, untuk dijadikan cadangan semata-mata untuk digunakan sendiri.[12]
Selain itu,
Undang-undang Hak Cipta juga mengatur hakpemerintah Indonesia untuk
memanfaatkan atau mewajibkan pihak tertentu memperbanyak ciptaan berhak cipta
demi kepentingan umum atau kepentingan nasional,ataupun melarang penyebaran
ciptaan “yang apabila diumumkan dapat merendahkan nilai-nilai keagamaan, ataupun menimbulkan masalah kesukuan atau ras , dapat menimbulkan gangguan
ataubahaya terhadap pertahanan
dan keamanan negara,
bertentangan dengan
norma kesusilaan umum yang
berlaku dalam masyarakat, dan ketertiban umum”.[13]
Menurut UU No.19 Tahun 2002 pasal 13,
tidak ada hak cipta atas hasil rapat terbuka lembaga-lembaga negara, peraturan-peraturan
perundangan, pidato kenegaraan atau pidato pejabat
Pemerintah, putusan pengadilan atau penetapan hakim ataupun keputusan
badan arbitrase atau keputusan
badan-badan sejenis lainnya (misalnya keputusan-keputusan yang memutuskan suatu
sengketa). Di Amerika
Serikat, semua dokumen pemerintah, tidak peduli tanggalnya, berada
dalam domain umum, yaitu tidak
berhak cipta.
Pasal 14 Undang-undang Hak Cipta
mengatur bahwa penggunaan atau perbanyakan lambang Negara dan lagu kebangsaan menurut
sifatnya yang asli tidaklah melanggar hak cipta. Demikian pula halnya dengan
pengambilan berita aktual baik seluruhnya maupun sebagian dari kantor berita, lembaga
penyiaran, dan surat kabar atau
sumber sejenis lain, dengan ketentuan sumbernya harus disebutkan secara
lengkap.[14]
8.
Berakhirnya Hak Cipta
UUHC 2002 secara garis besarnya
membedakan dalam tiga kategori jangka waktu perlindungan hukum Hak cipta yang
diberlakukan. Kategori pertama adalah ciptaan yang sifatnya asli atau orisinil,
jangka waktu perlindungan hukum diberikan untuk selama seumur hidup pencipta
ditambah 50 tahun setelah pencipta meninggal, untuk ciptaan-ciptaan:
a.
Buku, panflet, dan semua hasil
karya tulis lain;
b.
Drama atau drama musikal, tari, koreografi;
c.
Segala bentuk seni rupa,
seperti seni lukis, seni pahat, dan seni patung;
d.
Seni batik;
e.
Lagu
atau musik dengan atau tanpa teks;
f.
Arsitekture;
g.
Ceramah, kuliah atau pidato dan
ciptaan sejenis lain;
h.
Alat peraga;
i.
Peta;
j.
Terjemahan, tafsir, saduran,
dan bunga rampai;
Apabila kepemilikan ciptaan-ciptaan
tersebut diatas dimiliki oleh dua orang atau lebih, hak cipta berlaku selama
hidup pencipta yang meninggal dunia paling akhir berlaku hingga 50 tahun
setelahnya. Bagi suatu badan hukum yang memiliki ciptaan-ciptaan yang sama diatas,
hak cipta berlaku hanya 50 tahun dan 25 tahun sejak pertama kali diumumkan.[15]
Kategori kedua merupakan
ciptaan-ciptaan yang merupakan turunan (derivatif), jangka waktu perlindungan
hukum hak cipta hanya berlangsung 50 tahun untuk orang perorangan maupun badan
hukum, sejak ciptaan bersangkutan pertama kali diumumkan untuk ciptaan-
ciptaan:
1. Program komputer
2. Sinematografi
3. Fotografi
4. Database
5. Data
hasil pengalih wujudan.[16]
Kategori ketiga, yang merupakan
ketentuan khusus, oleh UUHC 2002 ditetapkan jangka waktu perlindungan hukum hak
cipta yang berlaku tanpa batas waktu untuk ciptaan-ciptaannya yang hak
ciptanya dipegang oleh negara. Ciptaan yang dimaksud adalah folklor, dan hasil
kebudayaan rakyat yang menjadi milik bersama, seperti cerita, hikayat, dongeng,
legenda, lagu, kerajinan tangan, koreografi, tarian, kaligrafi, dan kaya seni
lainnya.Untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaan-ciptaan di sebutkan diatas
ini, orang yang bukan warga negara Indonesia harus terlebih dahulu mendapatkan izin dari instansi yang terkaitdalam
masalah ciptaan-ciptaan ini yang pengaturannya lebih lanjut akan diatur dengan
peraturan pemerintah. Juga untuk hak moral yang dipunyai pencipta atau ahli
warisnya, berupa hakuntuk mencantumkan nama pencipta dalam ciptaannya, berlaku ketentuan
tanpa batas waktu.18
9.
Kedudukan Hukum Hak Cipta
Hukum yang mengatur hak cipta biasanya
hanya mencakup ciptaan yang berupa perwujudan suatu gagasan tertentu dan tidak
mencakup gagasan umum, konsep, fakta, gaya,
atau teknik yang mungkin terwujud atau terwakili di dalam ciptaan
tersebut. Sebagai contoh, hak cipta yang
berkaitan dengan tokoh kartun Miki Tikus melarang pihak
yang tidak berhak menyebarkan salinan kartun tersebut atau menciptakan karya
yang meniru tokoh tikus tertentu ciptaan Walt Disney tersebut, namun tidak melarang penciptaan atau karya
seni lain mengenai tokoh tikus secara umum.[17]
Konsep Hak Cipta merupakan terjemahan konsep Copyright dalam Bahasa Inggris (secara harfiah artinya hak salin) Copyright ini diciptakan sejalan dengan penemuan mesin cetak.Sebelum penemuan
mesin ini oleh Gutenberg,
proses untuk membuat salinan dari sebuah karya tulisan memerlukan tenaga dan
biaya yang hampir sama dengan proses pembuatan karya aslinya. Sehingga,
kemungkinan besar para penerbitlah, bukan para pengarang, yang pertama kali
meminta perlindungan hukum
terhadap karya cetak yang dapat disalin.[18]Awalnya,
hak monopoli tersebut diberikan langsung kepada penerbit untuk menjual karya
cetak.Baru ketika peraturan
hukum tentang Copyright mulai
diundangkan pada tahun 1710 dengan Statute of Anne di Inggris, hak
tersebut diberikan ke pengarang, bukan penerbit.Peraturan tersebut juga
mencakup perlindungan kepada konsumen yang menjamin bahwa penerbit tidak dapat mengatur
penggunaan karya cetak tersebut setelah transaksi jual beli berlangsung. Selain
itu, peraturan tersebut juga mengatur masa berlaku hak eksklusif bagi pemegang
copyright, yaitu selama 28 tahun, yang kemudian setelah itu karya tersebut
menjadi milik umum.[19]
Dalam
konvensi ini, Copyright
diberikan secara otomatis kepada karya cipta, dan
pengarang tidak harus mendaftarkan karyanya untuk mendapatkan Copyright. Setelah sebuah karya dicetak atau disimpan dalamsatu media, si
pengarang otomatis mendapatkan hak eksklusif Copyright terhadap karya tersebut
dan juga terhadap karya derivatifnya, hingga pengarang secara eksplisit
menyatakan sebaliknya atau hingga masa berlaku Copyright tersebut selesai.
Di Indonesia, Undang-Undang
Hak Cipta (UUHC) pertama kali diatur dalam Undang- Undang Nomor 6 Tahun 1982
tentang Hak Cipta.Kemudian diubah dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1987.Pada
tahun 1997 diubah lagi dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1997.Tahun 2002,
UUHC kembali mengalami perubahan dan diatur dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun
2002.Dalam Undang-undang
yang terakhir ini, pengertian hak cipta adalah “hak eksklusif bagi pencipta
atau penerima hak untuk mengumumkan
atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak
mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang
berlaku”. Adapun beberapa peraturan pelaksanaan di bidang hak cipta adalah
sebagai berikut:
a.
Peraturan Pemerintah RI Nomor
14 1986 Jo peraturan pemerintah Nomor 7 Tahun 1989 tentang Dewan Hak Cipta;
b.
Peraturan Pemerintah RI Nomor 1
Tahun 1989 tentang Penerjemahan dan/atau Perbanyak Ciptaan untuk kepentingan
Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, Penelitian dan
Pengembangan;
c.
Keputusan Presiden RI Nomor 17
Tahun 1988 tentang Persetujuan Mengenai
Perlindungan Hukum Secara Timbal Balik Terhadap Hak Cipta atas karya Rekaman
Suara antara Negara Republik Indonesia dengan Masyarakat Eropa;
d.
Keputusan Presiden RI Nomor 25
Tahun 1989 tentang Pengesahan Persetujuan Mengenai Perlindungan Hukum Secara
Timbal Balik Terhadap Hak Cipta antara Republik Indonesia dengan Amerika Serikat;
e.
Keputusan Presiden RI Nomor 38
Tahun 1993 tentang Pengesahan Persetujuan Mengenai Perlindungan Hukum Secara
Timbal Balik Terhadap Hak Cipta Antara
Republik Indonesia dengan Australia;
f.
Keputusan Presiden RI Nomor 56
Tahun 1994 tentang Pengesahan Persetujuan Mengenai Perlindungan Hukum Secara
Timbal Balik Terhadap Hak Cipta Antara
Republik Indonesia dengan Inggris;
g.
Keputusan Presiden RI Nomor 18
Tahun 1997 tentang Pengesahan Berne Convention For The Protection Of Literary
and Artistic Works;
h.
Keputusan Presiden RI Nomor 19
Tahun 1997 tentang Pengesahan WIPO Copyright Treaty;
i.
Keputusan Presiden RI Nomor 74
Tahun 2004 tentang Pengesahan WIPO Performances and Phonogram Treaty (WPPT);
j.
Peraturan Menteri Kehakiman RI
No.M.01-HC.03.01 Tahun 1987 tentang Pendaftaran Ciptaan;
k.
Keputusan Menteri Kehakiman RI
No.M.04.PW.07.03 Tahun 1988 tentang Penyidikan Hak Cipta;
l.
Surat Edaran Menteri Kehakiman
RI No.M.1.PW.07.03 Tahun 1990 tentang Kewenangan Menyidik Tindak Pidana Hak Cipta;
m.
Surat Edaran Menteri Kehakiman
RI No.M.02.HC.03.01 Tahun 1991 tentang Kewajiban Melampirkan NPWP dalam
Permohonan Pendaftaran Ciptaan dan
Pencatatan Pemindahan Hak Cipta Terdaftar.
PENUTUP
KESIMPULAN
Pencipta” menurut
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1982 (UU No. 19 Tahun 2002) tentang Hak Cipta
adalah sebagai berikut “Pencipta adalah seorang atau beberapa orang secara
bersama-sama yang atas inspirasinya lahir suatu ciptaan berdasarkan kemampuan pikiran, imajinasi,
kecekatan, keterampilan atau keahlianyang dituangkan dalam bentuk yang khas dan
bersifat pribadi.
Suatu perbuatan dapat dikatakan
sebagai suatu pelanggaran Hak Cipta
apabila perbuatan tersebut melanggar hak khusus dari Pencipta atau Pemegang
Hak Cipta. Ancaman pidana kegiatan dalam Undang-undang Hak Cipta adalah
sebagaimana berikut:
e. Dengan sengaja dan tanpa hak mengumumkan atau memperbanyak suatuciptaan. Ancaman hukuman pidana
penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.
100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
f. Dengan sengaja menyiarkan, memamerkan mendengarkan, atau menjual kepada
umumciptaan hasil pelanggaran Hak Cipta. Ancaman penjara paling lama 5 (lima)
tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
g. Melanggar ketentuan Pasal 16. Ancaman pidana penjara paling lama 3
(tiga) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 25.000.000,00 (dua puluh lima
juta rupiah).
h. Melanggar ketentuan Pasal 18. Ancaman pidana penjara paling lama 2
(dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 15.000.000,00 (lima belas juta rupiah).
DAFTAR
PUSTAKA
Adrian
Sutedi. Hak Atas Kekayaan Intelektual.
Jakarta: Sinar Grafika, 2009.
Eddy
Damian. Hukum Hak Cipta.Bandung:
Alumni, 2005.
Rooseno Harjowidigdo. Mengenal Hak Cipta Indonesia. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1998.
Sophar Maru Hutagalung. Hak Cipta : Kedudukan dan Peranannya dalam
Pembangunan., Sinar Grafika : Jakarta. 2012.
Undang-Undang
Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta.
Undang-Undang
Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak CiptaPasal 14.
Undang-Undang
Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak CiptaPasal 16 dan Pasal 17
Anis Mashdurohatun., “Problematika
Perlindungan Hak Cipta di Indonesia”
Yustisia Vol. 1 No. 1 Januari-April 2012.
http://id.wikipedia.org/wiki/Hak_cipta,
diakses pada tanggal 12 Mei 2018
http://id.wikipedia.org/wiki/Hak_cipta, diakses
pada tanggal 13
Mei 2018
[1] Anis
Mashdurohatun, “Problematika Perlindungan Hak Cipta di Indonesia” Yustisia Vol. 1 No. 1 Januari-April 2012,
hlm. 72.
[2] skripsi
[3] Sophar
Maru Hutagalung, Hak Cipta : Kedudukan dan Peranannya dalam Pembangunan., Sinar
Grafika : Jakarta. 2012. Hlm 3.
[4] Ibid.,
hlm. 18
[5] Ibid.,
hlm. 19
[6] Ibid.,
hlm 22
[7]
Ibid., hlm 180
[9]Opcit.,
hlm 334
[13]Undang-Undang
Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak CiptaPasal 16 dan Pasal 17
[14]Undang-Undang Nomor 19 Tahun
2002 tentang Hak CiptaPasal 14.
[19] Rooseno Harjowidigdo, Mengenal Hak Cipta Indonesia, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1998), hlm. 35.
Gabung dalam percakapan