Resensi Buku Queer Menafsir: Teologi Islam Untuk Ragam Ketubuhan
Book Review
| Resensi Buku
Judul : Queer Menafsir:
Teologi Islam Untuk Ragam Ketubuhan
Penulis : Amar Alfikar
Penerbit : Gading
Kota Terbit : Sorowajan Baru, Yogyakarta Tahun 2023
Kolasi : xiv +
488 hlm; 14 x 21 cm
ISBN :
62-1359-4583-069
“Untuk Ibu Sinta Ratri perjuangan mu
abadi” pada halaman persembahan buku ini ditujukan kepada Ibu Sinta Ratri, siapakah
yang ditulis Amar Afikar dalam halaman persembahan ini ? Ibu Sinta Ratri adalah
seorang waria dan merupakan aktivis membela transpuan untuk mendapatkan haknya
untuk beribadah, oleh karena itu dia mendirikan pondok pesantren waria al-fatah
jogja. Ibu Sinta Ratri terlahir dengan nama Tri Santo Nugroho, Beliau meninggal dunia pada hari rabu 1 Februari
2023. Halaman persembahan di buku ini sebenarnya sudah menggambarkan seklumit arah buku ini.
Buku Queer Menafsir: Teologi Islam
untuk Ragam Kebutuhan karya Amar Alfikar memberikan wawasan tentang paradigma
untuk membongkar kekuasaan heteronormatif yang selama ini masih memberikan cap
terhadap non-heteronormatif. Queer
sendiri dapat diartikan sebagai istilah payung yang merujuk pada minoritas
identitas tubuh dan kebutuhan, atau identitas gender dan seksualitas yang
terpinggirkan. Ide Amar untuk menulis buku ini merupakan sebuah ikhtiar
intelektual untuk meramaikan keragaman identitas tubuh dan kebutuhan dalam
diskursus gerakan keragaman dan keagamaan di Indonesia khususnya untuk mengkaji
tentang bineritas dan dikotomi ketubuhan.
Bagian awal buku ini mengisahkan
tentang kegelisahan seorang perempuan yang menyadari ada yang salah dengan bagian
tubuhnya yang dengan terpaksa menganggap dirinya perempuan. Dia hidup
dilingkungan pesantren tentu saja mempunyai kewajiban untuk menutup aurat
semenjak MTS atau SMP. Dalam kegelisahannya perempuan tersebut menyebut Tuhan
terkadang hadir terkadang tidak hadir
dalam hidupnya seperti ketika dia bercermin dan orang lain memujinya dengan “cantik”
tetapi apa yang diarasakan berbeda
dengan yang disampaikan oleh orang lain bahwa dirinya berbeda dan adayang salah
dengan dirinya. Penulis buku ini mempunyai penafsiran sendiri tentang kesadaran-kesadaran
beyond binary tidak hitam-putih tetapi kesadaran tentang gender selain laki
laki dan perempuan, Tuhan menciptakan kesadaran diri tentang transgender,
homoseksual, biseksual dan bahkan kedepan akan muncul kesadaran-kesadaran tentang
konsep ketubuhan manusia dan seksualitas.
Buku Queer Menafsir memiliki 16 bab
yang cukup menarik karena pembahasannya dikaitkan dengan Teologi Agama Islam
yaitu; Tuhan, Tubuh, Fitrah, Takdir, Hijab, Hidayah, Ibadah, Surga, Neraka, Dosa, Pahala, Iman, Nafsu, Agama dan
Manusia. Dalam bahasan yang 16 tersebut penulis membuat penafsiran tentang queer
yang dikaitkan dengan teologi agama islam misalnya terkait hidayah, penulis menganalogikan
hidayah dengan streotyping dan kelompok minoritas gender dan seksualitas,
dicontohkan “Abah yai” yang meninggal dengan ribuan orang yang bertakziah dan
mengantarkan jenazah, dalam menyampaikan duka banyak orang yang secara jelas
menyampaikan semoga kamu mendapatkan hidayah, semoga abah yai tidak menanggung
dosa yang kamu perbuat. “abah yai” sendiri merupakan sebutan untuk orang yang memiliki
tingkatan ilmu agama yang tinggi dan derajat yang tinggi dimasyarakat. Menurut
penulis hidayah dalam keagamaan merupakan sebuah kata yang humanis dalam
mendapatkan cahaya kemanusian dalam membangun peradaban budaya yang sama namun
berbeda. Di negara inggris ada komunitas hidayah LGBT yang ditujukan untuk
menaungi dan support system bagi komunitas mulislim. Di Jogja ada Pondok
Pesantren Al-Fatah sebagai ruang yang aman untuk memberdayakan transpuan secara
spiritual.
Dalam akhir bab yang disampaikan
oleh Amar menuliskan tentang sifat Tuhan yang maha kasih, queer merupakan ciptaan
Tuhan sehingga manusia tidak berhak membuat stigma dan streotyping kaum queer. Bagi
kaum queer stigma paling menyakitkan datang dari keluarga. Buku ini merupakan
curahan hati seorang Amar Alfikar yang menggunkan kata Saya di bab akhir dalam
buku Queer Menafsir, Amar sendiri merupakan seorang transpria muslim sebutan bagi
wanita yang menjadi laki-laki muslim yang lahir dari latar belakang pesantren
dengan ayah seorang kiai, penceramah ulung yang disegani. Tanpa menjadi queer
saya tidak dapat bergumul dengan diri saya sendiri, mencari siapa saya, dengan
iman saya, dan pencarian terhadap siapa diri-Nya.
Buku yang ditulis Amar ini merupakan
sebuah gambaran tentang kehidupan seorang queer dengan stigma yang ada di masyarakat,
bagaimana queer saling menguatkan, membuat komunitas tersendiri, membuat support
sistem untuk memberdayakan transpuan. Dalam buku ini yang amat disayangkan
adalah penafsiran keagamaan yang berkaitan dengan queer ditafisirkan dengan
penafsiran Amar sendiri tanpa adanya pendapat ahli tafsir yang memahami tentang
keilmuan Al-Quran, sehingga terkesan penafsiran ayat al quran yang penafsiran
ayat tersebut condong kepada pembelaan kepada kaum queer.
Gabung dalam percakapan